Rabu, 17 Desember 2008

Kesadaran dari Tukang Bubur Ayam

Disebuat sudut dekat gedung Landmark di Jalan Jend Sudirman, tukang bubur ayam mengajarkan tentang peduli lingkungan. Jauh sebelum Al Gore berkoar-koar tentang kebenaran yang menakutkan dalam film dokumenternya, Bang Ade - sang penjual bubur- sudah menyadari bahaya global warming.

Setiap ada pelanggan yang mau take-away pesanannya, bang Ade selalu bertanya, mau sytrofoam atau bungkus kertas?. Keputusan yang sangat bijak pikir saya, karena pelanggan Bubur Ayam Bang Ade selalu menyemut tiap pagi, bahkan mereka harus rela menunggu sampai setengah jam lamanya agar dapat dilayani. Kalau ia menggunakan pembungkus styrofoam saja, tentunya ia menjadi penyumbang sampah -yang tak dapat terurai selamanya itu- dengan jumlah yang cukup signifikan tiap harinya.

Mungkin Bang Ade tahu kalau es di kutuh utara mulai mencair, dan styrofoam bukanlah sebuah pilihan bijak untuk membungkus buburnya yang lezat. Hebat, pikir saya, salut buat penjual bubur ayam yang ternyata wawasannya tidak terbentur pada suwiran ayam, lada, dan bawang goreng. Saya pun tergelitik untuk bertanya kenapa dia bisa sangat peduli dengan lingkungan, padahal styrofoam tentunya lebih praktis dan tidak mahal. Saat seorang pengunjung memesan untuk dibawa pulang dan Bang Ade menawarkan pilihan kertas makanan atau styrofoam, saya pikir saat yang tepat untuk mendengar pemikiran hebat tentang lingkungan hidup dari seorang tukang bubur, saat akan membuka mulut untuk bertanya, salah satu pengunjung yang datang berdua tadi bertanya pada temannya, kenapa tidak pakai styrofoam, sedikit kesal saya memandang wajah orang tersebut, lalu Band Ade pun menjelaskan bahwa wadah styrofoam terlalu kecil untuk menampung kerupuk dan emping yang menggunung.
Saya pun langsung speechless, ternyata alasannya jauh dari issue2 tentang global warming.
Tapi ya sudahlah, lagipula tidak butuh alasan macam-macam apalagi yang berbau heroik seperti penyelamatan lingkungan untuk sesuatu yang sudah baik adanya

Minggu, 14 Desember 2008

Before You Say : I Quit...

People come and go, and only some of them stay in your heart forever. Mungkin istilah yang tepat bila saya bawa kalimat tersebut ke dalam konteks pekerjaan. Banyak orang keluar masuk dalam suatu perusahaan dan hanya sedikit yang bertahan hingga pensiun. Mungkin karena itu juga sebuah perusahaan boleh berbangga bila banyak karyawan yang betah. Apalagi bila karyawannya puas dan bangga serta dapat membangga-banggakan perusahaan tempatnya bekerja kepada sanak-saudaranya. Tapi jangan salah, Rene Suhardono pernah bilang : zaman sekarang orang tidak lagi loyal kepada perusahaan, tetapi pada profesi. Jadi kecuali seperti generasi ayah-ayah kita yang bekerja di Pertamina dan bangganya luar biasa, semakin kesini sudah jarang orang membela mati-matian tempatnya bekerja. Mereka lebih mementingkan karier profesionalnya dibanding tempat kerjanya. Seorang akuntan akan tetap jadi akuntan meskipun sudah 7 kali keluar masuk bank yang berbeda. Seorang wartawan akan selalu jadi wartawan meskipun dia bekerja di 3 majalah yang berbeda sebagai freelancer.

Lalu apakah resign menjadi sesuatu yang biasa saja dewasa ini?Alasan karyawan untuk resign atau mengundurkan diri atas dasar keinginan sendiri menjadi sangat subyektif, saat seseorang resign tidak serta merta yang lain beranggapan pasti dia resign karena tidak cocok dengan gaji, atau dengan kebijakan manajemen atau tidak suka dengan cara kerja di perusahaan tersebut. Mungkin ada juga yang beranggapan "you'll be sorry to leave this company, this is one hell of a company..."
Seorang teman datang kepada saya dan menyatakan ketidaksanggupannya untuk bertahan diperusahaan tempat saya bekerja, katanya ia mau pindah ke tempat yang lebih baik. Katanya yang dicari tidak ada di perusahaan ini. Ketika saya tanya apa yang dia cari? Dia menjawab : Oil & Gas company, sambil matanya berbinar-binar betapa hidupnya akan bahagia bila bekerja disana. "Pokoknya udah paling the best deh klo gue bisa tembus ke Oil & Gas" katanya. Saya rasa pertanyaan saya tentang apa yang dia cari tidak terjawab & I think, there's no such thing as the best company. Yup gak ada itu...Siapa yang bisa menjaminAnda akan bahagia bila bekerja di perusahaan X?. Kebahagiaan dalam hidup tidak selalu datang dari hal-hal yang dapat dilihat atau dihitung, begitu juga dalam perusahaan. Banyak dari kita yang membayangkan enak juga kali ya bisa kerja di perusahaan consumer goods yang produk pasta giginya dipakai hampir semua orang di Indonesia itu, yang punya mini gym, day care centre, dengan bonus tahunan yang jumlahnya spektakuler. Tapi salah satu kolega pernah bilang bahwa kerja disitu tidak seenak yang dibayangkan, "ribet lagi, politiknya, orang-orangnya, temen gue sampe resign tuh" wah-wah...
Setelah saya merasakan bekerja dan resign lalu bekerja lagi - walaupun baru di beberapa perusahaan - saya rasa yang membuat seseorang betah di satu kantor itu sangat multi faktor. Juga, hal yang membuat mereka akhirnya memutuskan untuk berhenti, sangatlah beragam. Saya pernah membaca email berantai yang kebetulan isinya menarik, disitu dikatakan bahwa faktor utama seseorang resign bukanlah masalah besarnya gaji, atau jam kerja yang panjang atau kebijakan perusahaan yang berbelit-belit, atau bahkan politik kantor yang kejam. Tetapi yang utamanya adalah faktor lingkungan terutama Bos yang tidak simpatik, atasan yang galak yang membuat seorang karyawan tidak betah bekerja. Well, lagi-lagi menurut saya itu sangat multifaktor, bisa jadi benar, bisa jadi juga tidak. Apakah bos yang super baik didalam company yang nyaris bangkrut bisa membuat seorang karyawan tidak segera resign demi menyelamatkan kariernya?. Yang saya tahu, lingkungan memang punya peranan penting, bahkan sangat penting dalam karir seseorang. Saya tidak mengatakan ini tanpa sebab. Karena saya pernah merasakan dan mendengar cerita dari teman-teman juga betapa lingkungan yang akrab, dan penuh kekeluargaan membuat seseorang lebih nyaman bekerja. Jangan tanya soal persaingan, saking senangnya bekerja, sampai lupa kalau kita bersaing satu sama lain. Disini peran atasan langsung sangat penting, Bos harus bisa memotivasi karyawannya (catat : motivasi tidak selalu dengan uang, jabatan dsb). Bos yang tenang, bisa mengatur emosi, menghormati karyawannya dan tegas namun fair adalah bos yang akan dihormati karyawannya. Intinya satu nih bos, you have to manage ur subordinants to respect you than to be scared for you. Seorang karyawan yang punya hubungan tidak harmonis dengan rekan kerja lainnya biasanya tidak akan cepat memutuskan untuk resign bila ia mempunyai hubungan yang baik dengan bos-nya.

Gaji atau Reward?
Ini dia nih, yang sering jadi polemik. Sering kita dengar "gue mau resign aja ah, gue dapet tawaran kerja dengan gaji yanglebih gede di perusahaan sebelah". Mungkin banyak yang mempersoalkan gaji sebagai alasan seseorang resign dari kantor, tapi apakah benar gaji besar bisa membuat seseorang tidak akan lari?. Di zaman materialistis seperti sekarang, gaji memang penting, simply karena memang kita harus hidup dan hidup itu butuh listrik, butuh makan, butuh internet, butuh travelling, dan segala kebutuhan lainnya yang semakin boros. Tetapi banyak yang lupa bahwa yang menggaji Anda adalah diri Anda sendiri (entahkenapa kalo dibawakan dengan gaya Mario Teguh kalimat ini akan terasa lebih dahsyat). Yupe lagi-lagi kata Rene : You Eat What You Kill. You deserve to get the reward if you performed well and done the job exceptionally. Sayangnya banyak orang yang mengeluh, Gillaaa gue kerja udh mati-matian tapi gaji segini-segini aja, tanpa melihat lebih dalam apakah dia sudah melakukan kontribusi yang signifikan bagi perusahaan. Cari deh perusahaan yang memberi Reward yang baik instead of perusahaan yang memberi gaji and that's it. Reward yang paling sederhana adalah pujian, lebih jauh lagi bisa berupa insentif, performance-based bonus, kenaikan gaji, atau pun kesempatan untuk meraih tangga karir yang lebih tinggi yang sudah dipersiapkan dengan jelas. Bila perusahaan anda pelit memberi insentif atau bonus, jangan langsung resign, lihat career laddernya, lihat reputasi perusahaan anda, apakah ia cukup diperhitungkan di industry sejenis? apakah ia rajin memberi training? apakah ia peduli dengan career development para karyawannya?. Kadang reward yang kita terima tidak langsung terasa manfaatnya sekarang, tapi dimasa mendatang

My point of view about COMFORT ZONE
Banyak orang yang bilang kalau anda sudah merasa sangat nyaman dengan pekerjaan sekarang, merasa sudah expert, lingkunganmenyenangkan, jarang mendapat masalah, anda sedang berada dalam bahaya bernama Comfort Zone. Cepat-cepatlah cari tantangan baru dengan mencari kemungkinan untuk pindah bagian yang lebih menantang atau anda akan 'stuck' disana selamanya, mengerjakan sesuatu yang sudah menjadi rutinitas yang lama-lama bisa membunuh motivasi anda bekerja. Well menurut saya yah, gak ada salahnyadengan comfort zone lho! Secara alamiah aja, kita lihat orang yang mudanya suka hura-hura, urakan, bergaul sebebas-bebasnya, pada akhirnya end-up berkeluarga dan mencari kedamaian dengan hidup lebih teratur. Menurut saya tidak ada salahnya kalau anda sudah menemukan comfort zone anda sekarang dan tidak berniat mencari pekerjaan atau tantangan baru lagi. Tidak usah takut, Anda tidak dalam bahaya, bahkan saya harus memberi anda selamat, karena banyak dari kita yang mendambakan pekerjaan yang lebih settle yang bisa dikerjakan dengan tenang dan tidak sampai merenggut waktu untuk kehidupan pribadi. Tetapi yang perlu anda ingat, jangan sampai semangat anda kendur, atau sedikit demi sedikit kehilangan motivasi, kalau sudah begitu anda harus membangkitkan gairah dalam kehidupan karir anda. Caranya bisa bermacam-macam mulai dari sekedar membayangkan lika-liku perjalanan karir anda hingga bisaseperti sekarang sehingga anda merasa bersyukur, ikut pelatihan dan seminar yang bisa meningkatkan keahlian Anda, sampai mengembangkan diri anda sejauh yang anda mampu kepada orang lain, misalnya membuat training kecil-kecilan untuk teman-teman kantor. Dengan kata lain Anda membuat diri Anda terus memiliki arti bagi perusahaan dan orang lain.

Tanggung Jawab is a good thing!
Seorang teman yang menyenangkan mengeluhkan betapa ia harus mengerjakan semuanya seorang diri, ia menyalahkan bos-nyayang terlalu banyak men-delegate, yang satu lagi letih karena ia melakukan sendiri pekerjaan yang harusnya dikerjakan oleh 2 orang.I tell you one thing : bila ada seseorang yang mempercayakan anda sedemikian besar tanggung jawab, you have to thank God for that. Jangan mengeluh dulu dengan tanggung jawab yang makin besar, seseorang tidak akan membiarkan anda memikul tanggung jawab yang besar bila Anda tidak dapat dipercaya. Meskipun Anda merasa diperas, di eksploitasi tenaga dan pikirannya, dont yet complain. Do you know how much respect you'd be getting from others if you're able to accomplish your complicated duties?. Percaya deh bos Anda atau klien Anda akan tambah respect sama Anda setiap kali Anda berhasil mengerjakan sebuah mission impossible yang pada awalnya Anda pikir tidak akan sanggup Anda kerjakan. So tahan dulu rengekan dan keluhan, jalani semua dengan sepenuh hati, keluhan hanya akan membuat Anda tidak ikhlas mengerjakan tugas-tugas anda. Ask not what the employer can give you, ask how much of contribution you can give to your employer, and you'll get what you deserve eventually.

You should Quit when...
OK now you're ready, surat resign sudah ditangan, anda menuju meja atasan dengan langkah mantap. Saat anda berikan resignation letter itu, Ada perasaan yang membuncah, seperti ada beban 1 ton yang lepas dari pundak Anda. Anda merasa sangat tenang dan damai seperti sedang yoga. Tapi begitu Anda menengok ke belakang, menghirup aroma ruang kantor Anda, melihat wajah-wajah rekan kerja - beberapa sudah jadi sahabat Anda, beberapa masih ingin anda tonjok - , Lukisan di pojokkan ruang, gebetan seksi di bagian akunting, sapaan ramah resepsionis...lalu Anda teringat malam-malam penuh ketegangan yang diisi dengan rapat mendadak dan lembur berkepanjangan, bos moody yang selalu menyalahkan apapun yang Anda kerjakan, makan siang di meja, file-file berantakan, internet down, rekan kerja berisik, dan anehnya...Anda tersenyum mengingat itu semua. Jangan, jangan batalkan niat anda memberi surat pengunduran diri Anda, karena selalu ada sindrom pra-resign seperti itu, dimana begitu Anda mau resign, tiba-tiba segala perasaan gundah dan stress itu tiba-tiba lenyap. Sebenarnya itu dikarenakan beban anda sudah hilang, Anda tahu Anda tidak akan bekerja lagi disana sehingga hari-hari terakhir Anda terasa sangat ringan dan menyenangkan.
Saya kasih tips ya, resign lah kalau...
1. Pekerjaan anda doesn't seem right.
Ini subyektif, seperti saya yang bersumpah tidak akan bekerja di bank di bagian credit card, alasannya karena mereka semua penipu, Ayah saya pernah terlibat hutang dan diteror oleh debt collector, menurut saya itu praktik bisnis yang kurang beretika). Tanya sama diri Anda, apakah pekerjaan ini sesuai dengan value-value yang anda pegang teguh?. Karena bekerja adalah ibadah, anda harus yakin dulu dengan pekerjaan anda, kalau anda ragu, anda merasa perusahaan anda kotor? Keluarlah.
2. Pekerjaan anda mempengaruhi kepribadian Anda.
Percaya atau tidak ada pekerjaan yang merubah pribadi seseorang menjadilebih buruk. Jangan buang waktu lagi, bila anda sudah tidak bisa membedakan mana yang baik dan buruk, anda menjadi emotionally unstable atau Anda menjadi orang yang lebih buruk dari sebelumnya, segera hengkang!
3. Pekerjaan Anda menyita waktu Anda untuk menjalankan kehidupan pribadi.
Sorry ini hanya pendapat saya pribadi. Perusahaan mungkin senang punya karyawan workaholic, tapi bagi saya, bila sampai Anda tidak punya waktu untuk ngopi-ngopi bersama teman, atau tidak bisa melakukan hobi yang Anda suka karena harus bekerja then you should get out, get out, get out.
4. Anda memang tidak cocok dengan pekerjaannya. Mungkin memang sudah salah dari awal, Anda yang doyan ngomong tiba-tibaharus jadi pegawai bagian admin yang berkutat dengan data. Lama-lama Anda muak juga dengan angka-angka sebagai akuntan yang mendambakan kerja di bagian marketing. Yah mau bagaimana lagi, kalau anda tidak bisa nge-blend dengan pekerjaannya seperti air dan minyak, segeralah cabut, tapi ingat jangan membuat anda seolah-olah tidak cocok dengan pekerjaan anda padalah Anda sebenarnya mampu, hanya saja Anda manja. Kenali dulu potensi diri, percuma kan banyak tes-tes penelusuran minat dan bakat di luar sana.
5. Tawaran yang lebih baik ditempat lain. Tapi Anda harus ingat, pekerjaan bukanlah karir, karir adalah serangkaian jejak perjalanan yang Anda torehkan di dunia kerja , dan pekerjaan hanyalah alatnya. Pikir lebih jauh lagi apakah memang tujuan anda berkarier memang selayaknya membawa Anda ke tempat baru itu?. Apakah sesuai dengan career path yang anda jalani atau malah melenceng? Kalau melenceng, apakah melenceng untuk yang lebih baik atau tidak? Apa yang kira-kira dapat Anda raih di tempat baru tersebut. Sebelum memutuskan pindah ke tempat yang lebih baik, Yakinkan bahwa tempat itu memang lebih baik - untuk siapa? - Untuk karier Anda tentunya.

The Grass is always Greener on the other Side
Sampai kapanpun, rumput tetangga akan selalu lebih hijau. Perusahaan tetangga di gedung sebelah selalu terlihat lebih menarik. Itu karena kita melihatnya dari jauh. Faktanya setiap perusahaan mempunyai kelebihan dan kekurangannya sendiri, salah-salah bukannya lebih nyaman, bisa jadi perusahaan yang kita idam-idamkan ternyata lebih buruk keadaannya dari kantor lama. Kalau sudahbegitu penyesalan akan terjadi belakangan. that's why there's no such thing as the best company, yang ada adalah the best company for yourself yang artinya buat sebagian orangperusahaan tempatnya bekerja bisa jadi tempat yang terbaik baginya dan akan ditempati selama mungkin ia mampu. So before you say I Quit...think again about it.

Ayam Goreng Kampung: WARISAN Ibu

Itulah nama lengkap restoran yang terletak di pinggir jalan Wolter Monginsidi, Jakarta selatan ini. Dari sekian banyak restoran besar-kecil, murah-mahal, enak-biasa aja, Warisan(begitu biasa disingkat) cukup mencuri perhatian saya yang selalu craving for local food. Didukung nama besar koki Rudi Choiruddin sebagai salah satu owner, rasa penasaran saya makin menjadi-jadi untuk segara melahap menu-menu yang disediakan Ayam Goreng Kampung Warisan Ibu. Dari luar ada pemandangan yang cukup unik, yaitu peletakkan dapur di depan restoran yang semi terbuka, apa ini salah satu warisan Ibu moyang kita yang mengajarkan sebaiknya dapur diletakkan di bagian depan rumah? Kurang tahu juga ya, yang pasti untuk anda yang gila hygiene, kuat-kuatin hati supaya gak ilfeel. Buat saya sih gak masalah makanan yang baru dimasak terkena sedikit angin sepoi-sepoi jalanan yang sering dilewati Kopaja, yang penting masakand atang dalam kondisi matang sempurna dan... enak! hahaha...
Segera saja menyisir menu yang disodorkan, rata-rata masakan Indonesia dari tanah Sunda dan Jawa seperti Gurame goreng dengan macam-macam saus, sayur asem, tahu telur, dan tentu saja Ayam goreng kampung. Seperti tulisan awal di blog ini bahwa saking beragamnya jenis masakan Indonesia, menu sederhana seperti ayam goreng jugabisa tampil beda, hayo tebak karena apa ia bisa tampil beda? Karna sambel nya?
Yak seratus buat anda.
Disaat hujan rintik-rintik menghiasi, saya putuskan untuk memesan gurame goreng dengan 2 sambal : Warisan, dan Penyet. Ternyata well done sodara-sodara. Disini sambalnya memang menggugah selera, you name it, mau sambal Warisan Ibu, sambal penyet-penyetan, dan lain-nya dibuat dengan presisi tinggi menggunakan bahan baku segar. Mungkin tidak sepedas yang anda mau, tapi pastinya menerbitkan selera! Kalau Andabelum pernah coba, saya harus mengasihani Anda, karena Ikannya digoreng kering pas dan sambalnya tidak perlu diragukan lagi. Sambal penyetnya bernuansa terasi dan sambal warisannya pedas-gurih bergaya padang di siram hingga menyelimuti ikan gurame (siapa yang tak tertarik melihatnya). Mungkin seorang koki sebesar Rudi menyadari, bahwa tidak ada yang lebih nikmat dari masakan Ibu sendiri, dan sejago-jagonya seorang koki, siapa yang tidak kepincut dengan nostalgi makanan rumahan yang meskipun sederhana tetapi selalu menggugah selera. Menu lain seperti sayur asem tampil manis dan segar dengan bumbu yang aduhai, Tahu telur-nya juga bisa diadu dengan restoran besar yang lebih dulu terkenal dengan tahu telurnya yang menurut saya lebih mantap di Warisan karena tidak terlalu manis. Minuman-minuman khas Indonesia juga hadir dan layak dicoba, seperti es podeng, es cendol, es tape dengan sirup coco-pandannya yang segar dan unik, serta aneka juice, semua dibuat dengan serius. Bila tempatnya direnovasi sedikit, dan kapasitas ditambah, saya rasaSate Khas Senayan harus siap-siap tersaingi :-).